Kenotariatan adalah keilmuan yang berkaitan dengan jasa hukum yang diberikan oleh notaris, yaitu Ilmu tentang memberikan pelayanan publik berupa pembuatan Akta Notarill.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta-akta autentik terkait suatu perikatan janji atau pernyataan. seperti akta Perjanjian Jual Beli, akta Pernyataan Pendirian Badan Hukum, akta Perjanjian Pernikahan, dan lain-lain.
Dalam menjalankan tugasnya, notaris memiliki peran penting dalam memberikan kepastian hukum dan kepercayaan kepada masyarakat. Akta-akta yang dibuat oleh notaris memiliki kekuatan hukum yang kuat dan dapat digunakan sebagai bukti di pengadilan.
Dalam konteks Kenotariatan, akta autentik memiliki kekuatan hukum yang kuat dan dapat digunakan sebagai bukti di pengadilan. Akta autentik dibuat oleh notaris dengan mengikuti prosedur yang ditentukan oleh undang-undang. Maka akta autentik adalah suatu alat bukti yang ditempatkan sebagai alat bukti sempurna karena dilakukan dihadapan pejabat berwenang dan dibuat sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang.
Maka kembali kepada makna kata "Kenotariatan", adalah tentang suatu keilmuan yang mempelajari dan menerapkannya kepada publik bagaimana memberikan pelayanan publik terkait pembuatan akta autentik. Hal ini terkait seputar standar kompetensi, standar etik, dan banyak lagi lainnya tentang bagaimana meng-hendel seseorang yang membutuhkan pelayanan dalam pembuatan akta autentik.
Sederhananya, "Kenotariatan" itu ilmunya, dan "Notaris" itu jabatan yang disematkan kepada seseorang yang kelak akan berwenang atau bertugas membantu publik dalam pembuatan Akta Autentik.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan memproses dokumen hukum lainnya yang memiliki kekuatan hukum. Notaris bertugas untuk mengesahkan dan menyaksikan berbagai perjanjian, surat wasiat, akta, dan sebagainya. Notaris juga dapat memberikan penyuluhan hukum terkait pembuatan akta.
Sistem yang ada pada Hukum Agraria Indonesia menganut sistem pada Hukum Adat, khusus untuk peralihan hak atas tanah dikenal sebuah asas "Tunai dan Terang", artinya dalam peralihan Jual Beli tanah dan bangunan haruslah dilakukan secara Tunai metode pembayarannya dan terang objek tanahnya.
Pasal 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, hukum agraria .....
Pasal 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, hukum agraria yang berlaku di Indonesia ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara.
Dalam hukum adat, jual beli tanah itu bersifat terang dan tunai. Terang itu berarti jual beli tersebut dilakukan di hadapan pejabat umum yang berwenang, dalam hal ini Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Sedangkan, yang dimaksud dengan tunai adalah hak milik beralih ketika jual beli tanah tersebut dilakukan dan jual beli selesai pada saat itu juga.
Kondisi Tunai dan Terang tersebut dirasa kurang mengakomodir kebutuhan bisnis saat ini,
lalu kemudian muncul penafsiran bahwa "Tunai dan Terang" adalah Syarat untuk melakukan Jual Beli dengan Akta Jual Beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Baca juga Teknik Aman Membeli Tanah Girik
Untuk kemudian ketika Syarat "Tunai dan Terang" belum bisa terpenuhi misalnya karena:
Sertipikat masih dalam Proses Pemecahan;
Pembeli hanya mampu melakukan pembayaran secara bertahap;
Objek tanah masih dalam proses pembangunan;
dan lain-lain.
Dilihat dari empat contoh keadaan diatas, maka kondisi Tunai dan Terang yang dimaksud belum bisa terpenuhi,
oleh karenanya lahirlah Lembaga Pengikatan Jual Beli tanah atau yang biasa kita dengan nama Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).
PPJB adalah pengikatan komitmen seseorang untuk melakukan penjualan dan pembelian hanya kepada pihak yang mengikatkan diri di dalam PPJB.
Sementara?
Iyak betul, PPJB adalah bentuk pengikatan sementara hingga masing-masing pihak memenuhi syaratnya. Syarat apa? Syarat Tunai dan Terang.
Lalu apa dasar hukumnya melakukan PPJB ?
Pada pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, diatur bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pasal ini membahas tentang kebebasan berkontrak.
Kemudian dapat pula dijelaskan bahwa PPJB adalah perjanjian dengan SYARAT TUNDA, yang ditunda adalah pelaksanaan Jual Beli dengan AJB dihadapan PPAT,
dengan syarat JIKA KETENTUAN TUNAI DAN TERANG TERPENUHI maka harus segera melaksanakan AJB di hadapan PPAT.
Contoh Kasus:
A ingin membeli tanah dan bangunan milik B yang menjual dengan harga Rp.100.000.000,-, namun A mampu melakukan pembayaran tersebut dengan 4 kali tahap. Maka jika B sepakat dengan metode pembayaran tersebut dapatlah dibuat PPJB dengan syarat tunda TIDAK LUNAS, ketika syarat tunda tersebut terpenuhi (Pelunasan pada Pembayaran ke-4), maka harus segera dilakukan AJB dihadapan PPAT. Jangan ditunda lagi.
Apakah ada larangan untuk membuat Surat Kuasa Menjual Tanah?
Di dalam Intruksi MENDAGRI Nomor 14 Tahun 1982 tanggal 6 Maret 1982, pada prinsipnya menjelaskan tentang larangan penggunaan Kuasa Mutlak sebagai pemindahan hak atas tanah. Intruksi MENDAGRI tersebut terdiri dari lima diktum yang isinya berupa perintah-perintah kepada seluruh pejabat Agraria, camat, dan pejabat pertanahan lain (termasuk PPAT) untuk tidak menjalankan pengalihan hak atas tanah dengan dasar berupa Kuasa Mutlak.
Dengan Kata lain dilarang untuk membuat suatu Kuasa atas peralihan tanah yang bersifat mutlak.
Untuk itulah perlu dicermati agar dalam pembuatan Surat Kuasa tidak bersifat mutlak. Di dalam Diktum pertama setidaknya ada penegasan pelarangan tersebut:
"Melarang Camat dan Kepala Desa atau Pejabat yang setingkat dengan itu, untuk membuat/menguatkan pembuatan Surat Kuasa Mutlak yang pada hakekatnya merupakan pemindahan hak atas tanah."
Artinya Pejabat-pejabat yang dimaksud dalam diktum pertama dilarang untuk membuat dan termasuk juga menguatkan.
Kata "Menguatkan" maksudnya adalah dengan melakukan rujukan di dalam dokumen tertentu, melakukan legalisasi, atau sekedar Foto Copy sesuai asli.
Agar profesi PPAT dan Jabatan lain yang terkait pertanahan tidak terjebak di dalam pembuatan Kuasa Mutlak,
ataupun sekedar melakukan "penguatan" atas Kuasa Mutlak, mari cermati bunyi diktum kedua Intruksi MENDAGRI tersebut:
Yang dimaksud kuasa mutlak adalah kuasa terkait pemindahan hak atas tanah yang memuat:
"Kuasa Mutlak yang dimaksud dalam Diktum Pertama adalah kuasa yang didalamnya mengandung unsur tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa"
Artinya di dalam Kuasa tersebut dilarang mengandung unsur TIDAK DAPAT DITARIK KEMBALI. Maka ketentuan yang dimaksud di dalam Pasal 1813 KUHPerdata tidak dapat dikesampingkan.
Sehingga Kuasa secara hukum harus dapat batal dengan ketentuan:
Dengan penarikan kembali kuasa penerima kuasa;
Dengan pemberitahuan penghentian kuasanya oleh penerima kuasa;
Dengan meninggalnya, pengampuan atau pailitnya, baik pemberi kuasa maupun penerima kuasa
Dengan kawinnya perempuan yang memberikan atau menerima kuasa.
"Kuasa Mutlak yang pada hakekatnya merupakan pemindahan hak atas tanah adalah Kuasa Mutlak yang memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk menguasai dan menggunakan tanahnya serta melakukan segala perbuatan hukum yang menurut hukum dapat dilakukan oleh pemegang haknya."
tidak boleh mencakup segala macam tindakan hukum mulai dari Menjual, menyewakan, meminjam pakaikan, Kerjasama, dan lain-lain di dalam satu kuasa.
Oleh karena itu jangan pernah menggunakan kata "KUASA MUTLAK" atau "KUASA MENJUAL" sebagai judul Kuasa,
tetapi sebaiknya menggunakan kata "KUASA UNTUK MENJUAL" sebagai judul. Sehingga dari judul saja sudah terlihat bahwa kuasa tersebut khusus untuk melakukan penjualan.
Karena di dalam diktum kedua huruf (b) melarang membuat kuasa dengan cakupan seluruh perbuatan hukum, maka Subtitusi sudah pasti juga TIDAK BOLEH di dalam Kuasa.
KESIMPULAN:
Boleh saja membuat sebuah Kuasa Untuk Menjual asalkan menghindari sifat KEMUTLAKAN.
Tidak hanya dilarang untuk membuat tetapi juga "menguatkan" seperti Legalisasi, Waarmerking, merujuk/ menunjuk nomornya, dan Foto Copy sesuai Asli.
Pasal 1813 KUHPerdata tidak bisa dikesampingkan.
Apa itu Saham?
Mengapa PT Harus menjual saham ?
Pertanyaan ini sering saya dengar ketika melakukan penandatanganan akta pendirian Perseroan Terbatas, dan untuk menjawab pertanyaan tersebut tidaklah cukup tanpa menjelaskan tentang struktur modal. Atau setidaknya sulit dipahami selagi kita belum memahami apa maksud secara filosofi Pendirian PT ?
Apa Makna Pendirian PT ?
Jawabannya: Pendirian PT pada dasarnya adalah perbuatan hukum yang bertujuan menggabungkan modal untuk dijadikan sumber pendanaan dalam menjalankan sebuah usaha, modal yang digabungkan tersebut yang menentukan batas kewenangan para pemegang saham. Semakin banyak saham yang dipegangnya maka akan semakin tinggi pula nilai suaranya di dalam sebuah perseroan terbatas.
Nahhh, karena para calon penanam modal akan menempatkan modalnya di dalam sebuah perseroan, maka selayaknya ia mendapatkan sebuah Surat Keterangan yang menyebutkan berapa besar modal yang ia tempatkan tersebut. Maka "Surat Keterangan" itulah yang dimaksud dengan SAHAM.
Saya jelaskan kembali, modal itu bukan selalu berbentuk uang tetapi bisa juga barang ataupun jasa misalnya Aset bergerak, aset tidak bergerak, atau bahkan kemampuan tertentu.
Nahhh, seluruh modal yang akan ditempatkan tersebut harus dikonversi menjadi sebuah komoditas yang mudah pengukurannya. Lagi-lagi hal itu adalah SAHAM.
Misalnya Budi berfikir tentang sebuah usaha Percetakan yang bisa dijalankan dengan RAB sebagai berikut:
1. Mesin percetakan : Rp.20.000.000,-
2. Modal Dana : Rp.40.000.000,-
3. Skil Percetakan (bukan bernilai Rupiah)
Maka pada poin 3 silahkan dilakukan perhitungan (analisa) berapa nilainya jika dilakukan konversi ke Rupiah. Saya anggap saja Rp.10.000.000,- (sepuluh juta).
Maka RAB nya menjadi sebagai berikut:
1. Mesin percetakan : Rp.20.000.000,-
2. Modal Dana : Rp.40.000.000,-
3. Skil Percetakan : Rp.10.000.000,-
______________
Total Rp.70.000.000,-
Maka usaha yang dimaksud oleh Budi akan bisa berdiri dan menjalankan usaha dengan modal sebesar Rp.70.000.000,- (tujuh puluh juta).
Nahh, unutuk melakukan penggabungan modal (pendirian PT) perlu dilakukan konversi modal dari mata uang (Rp) kepada lembar saham. Maka harus ditentukan berapa nilai per lembar sahamnya. Budi menetapkan nilai per lembar saham sebesar Rp.1.000.000,- (satu juta).
Dengan demi kia Budi menawarkan kepada rekan bisnisnya sebanyak Rp.70.000.000,- : Rp.1.000.000,- = 70 lembar saham.
Kebetulan budi sudah punya tabungan sebesar Rp.40.000.000,- , kemudian sisanya ia tawarkan kepada temannya. Kemudian datanglah Banu Dengan kesanggupan dana sebesar Rp.20.000.000,-, dan Dimas dengan kemampuan baik di bidang percetakan.
Maka struktur modalnya adalah:
Budi : Rp.40.000.000,- = 40 lembar saham (57%)
Banu : Rp.20.000.000,- = 20 lembar saham (29%)
Dimas: Rp.10.000.000,- = 10 lembar saham (14%)
Persentase adalah "nilai kekuatan" suara masing-masing pemegang saham.
Jadi mengapa PT harus mengeluarkan saham ?
Tujuannya adalah untuk mengkonfersi setiap bentuk modal yang ditempatkan di dalam PT menjadi komoditas yang kuantitasnya seragam untuk dihitung.